Selasa, 10 Januari 2012

Program BK di SLTP dan IMplikasinya


BAB I
PENDAHULUAN
Bimbingan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pengembangan kualitas manusia Indonesia yang telah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional (UU No 20 tahun 2003) yaitu : (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang bermutu adalah suatu proses yang menghantarkan peserta didik kearah pencapaian perkembangan diri yang optimal. Hal ini karena peserta didik sedang berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, peserta didik memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya. Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku peserta didik, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan tersebut dapat ditempuh dengan cara mengembangkan potensi peserta didik dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Hal tersebut senada dengan tujuan bimbingan dan konseling secara umum, yakni membantu peserta didik untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal.
Dalam pelaksanaannya, layanan bimbingan dan konseling dapat digunakan suatu pendekatan yaitu pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personil sekolah, orang tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan disekolah secara keseluruhan dalam upaya membantu para peserta didik agar dapat mengembangkan atau mewujudkan potensi dirinya.





























BAB II
PEMBAHSAN
Menjelaskan Dan Praktik Membuat Program BK
di SLTP dan Implikasi Pengelolaannya

Pengelolaan program bimbingan konseling yang baik merujuk pada pedoman kurikulum dan akan lebih ideal jika dalam pelaksanaannya berdasarkan kondisi objektif yang berkaitan dengan kebutuhan nyata di sekolah, sehingga program yang dilaksanakan merupakan sebuah program bimbingan dan konseling yang realistik dan layak untuk diimplementasikan. Rumusan sebuah program bimbingan konseling didasarkan pada : temuan objektif dilapangan, analisis empirik yang ditinjau dari analisis kebutuhan peserta didik yakni Analisis Tugas Perkembangan (ATP), Alat Ungkap Masalah (AUM), Sosiometri, Analisis Hasil Belajar, penyesuaian program berdasarkan visi dan misi sekolah, serta pelibatan personil pelaksana mitra. Dari rumusan tersebut, diharapkan kebutuhan konseli dapat terakomodasi dan terfasilitasi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

A. Deskripsi Kebutuhan
Program bimbingan dan konseling untuk kelas VII SMP Negeri 1 Naringgul disusun berdasarkan pertimbangan terhadap tugas-tugas perkembangan siswa SMP yang, yaitu peserta didik membutuhkan :
1)      Kemampuan untuk mengenal karakteristik pribadinya yang menyangkut moral, intelektual dan emosional.
2)      Kemampuan untuk mengenal lingkungan yang menyangkut nilai-nilai budaya masyarakat, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja.
3)      Kemampuan untuk mengarahkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan.
4)      Kemampuan untuk mengembangkan sikap positif terhadap diri dan lingkungannya.
5)      Kemampuan untuk membuat pilihan karirnya secara sehat.
6)      Kemampuan untuk dapat menerima perbedaan pendapat dengan orang lain.
7)      Kemampuan untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungannya.
8)      Kemampuan untuk dapat mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi.
9)      Kemampuan untuk dapat menyelesaikan konflik.
10)  Kemampuan untuk dapat membuat keputusan secara efektif
11)  Kemampuan untuk dapat melaksanakan keterampilan belajar secara efektif.
12)  Kemampuan untuk dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikannya.
13)  Keterampilan dan kemampuan dalam melaksankan proses belajar efektif dan menghadapi ujian.
14)  Kemampuan untuk mengenal potensi, kepribadian dan minatnya yang mendukung terhadap pencapain cita-cita karir di masa depan

B. Tujuan
Tujuan Bimbingan dan Konseling yang diselenggarakan di SMP Negeri 1 Naringgul, yaitu:
1) Membantu peserta didik memahami, menerima, mengarahkan dan mengembangkan minat, bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin.
2) Membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
3) Membantu peserta didik merencanakan kehidupan masa depannya yang sesuai dengan tuntutan pada saat ini maupuan pada saat yang kan datang.
Berdasarkan standar kompetensi kemandirian peserta didik, program yang dikembangkan memiliki tujuan sebagai berikut :

No Aspek Perkembangan Tataran Internalisasi Tujuan
1. Landasan Hidup Religius Pengenalan Mengenal arti dan tujuan ibadah.Akomodasi Berminat mempelajari arti dan tujuan ibadah. Tindakan Melakukan berbagai kegiatan ibadah dengan kemauan sendiri
2. Landasan Perilaku Etis Pengenalan Mengenal alasan perlunya mentaati aturan/norma berperilaku.Akomodasi Memahami keragaman aturan/patokan dalam berperilaku dalam konteks budaya. Tindakan Bertindak atas pertimbangan diri terhadap norma yang berlaku
3. Kematangan Emosi Pengenalan Mengenal cara-cara mengekspresikan perasaan secara wajar. Akomodasi Memahami keragaman ekspresi perasaan diri dan perasaan-perasaan orang lain. Tindakan Mengekspresikan perasaan atas dasar pertimbangan kontekstual
4. Kematangan Intelektual Pengenalan Mempelajari cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Akomodasi Menyadari adanya resiko dari pengambilan keputusan. Tindakan Mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan resiko yang mungkin terjadi
5. Kesadaran Tanggung Jawab Sosial Pengenalan Mempelajari cara-cara memperoleh hak dan memenuhi kewajiban dalam lingkungan kehidupan sehari-hari. Akomodasi Menghargai nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan Berinteraksi dengan orang lain atas dasar nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan hidup.
6. Kesadaran Gender Pengenalan Mengenal peran-peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan. Akomodasi Menghargai peranan diri dan orang lain sebagai laki-laki atau perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan Berinteraksi dengan lain jenis secara kolaboratif dalam memerankan peran jenis
7. Pengembangan Pribadi Pengenalan Mengenal kemampuan dan keinginan diri
Akomodasi Menerima keadaan diri secara positif. Tindakan Meyakini keunikan diri sebagai aset yang harus dikembangkan secara harmonis dalam kehidupan
8. Perilaku Kewirausahaan (Kemandirian Perilaku Ekonomis) Pengenalan Mengenal nilai-nilai perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan kompetitif dalam kehidupan sehari-hari.Akomodasi Menyadari manfaat perilaku hemat, ulet sungguh-sungguh dan kompetitif dalam kehidupan sehari-hari.Tindakan Membiasakan diri hidup hemat, ulet sungguh-sungguh dan konpetitif dalam kehidupan sehari-har
9. Wawasan dan Kesiapan Karir Pengenalan Mengekspresikan ragam pekerjaan, pendidikan dan aktivitas dalam dengan kemampuan diri
Akomodasi Menyadari keragaman nilai dan persyaratan dan aktivitas yang menuntut pemenuhan kemampuan tertentuTindakan Mengidentifikasi ragam alternatif pekerjaan, pendidikan dan aktifitas yang mengandung relevansi dengan kemampuan diri
10. Kematangan Hubungan Dengan Teman Sebaya Pengenalan Mempelajari norma-norma pergaulan dengan teman sebaya yang beragam latar belakangnya
Akomodasi Menyadari keragaman latar belakang teman sebaya yang mendasari pergaulan. Tindakan Bekerja sama dengan teman sebaya yang beragam latar belakangnya

C. Komponen Program
A.    Layanan Dasar
Layanan ini diberikan kepada semua peserta didik, pelaksanaannya dilakukan secara sistematis dalam rangka pengembangan potensi diri secara optimal untuk membantu peserta didik memenuhi kebutuhan secara nyata, memiliki keterampilan memahami diri dan lingkungan. Proses pemberian layanan dilakukan secara sistematis melalui kegiatan-kegiatan klasikal atau kelompok tujuan layanan ini adalah membantu semua peserta didik untuk mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan layanan dasar untuk membantu konseli agar :
1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial-budaya dan agama),
2) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya,
3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya,mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya

Kegiatan dalam pelayanan dasar, antara lain:
1)      Layanan orientasi bagi siswa baru
2)      Layanan pengumpulan data
3)      Layanan penghimpunan data
4)      Layanan informasi
5)      Layanan bimbingan klasikal/kelompok, antara lain:
a)      Bimbingan belajar
b)      Bimbingan pribadi
c)      Bimbingan sosial
d)     Bimbingan karir

B. Layanan Responsif
Layanan ini merupakan layanan bantuan yang diberikan kepada peserta didik secara sistematis sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang mendesak. Layanan responsif ini diberikan pada peserta didik yang tingkat perkembangannya dibawah nilai rata-rata kelompok. Strategi layanan yang akan diberikan berupa : layanan konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi. Tujuan layanan responsif adalah untuk:
Þ    Membantu konseli agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu konseli yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Þ    Mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan dirasakan saat itu.
Kegiatan layanan responsif, antara lain:
1) Konseling indivual
2) Konseling kelompok
3) Referal
4) Layanan konsultasi
5) Bimbingan teman sebaya
6) Konfrensi kasus
7) Kunjungan rumah

C. Perencanaan Individual
Layanan perencanaan individual merupakan proses layanan yang diberikan kepada semua peserta didik secara sistematis untuk dapat memiliki pemahaman diri, perencanaan diri, dan pengembangan potensi secara optimal. Strategi pelaksanaannya adalah konsultasi dan konseling. Tujuan utama dari layanan ini adalah membantu peserta didik untuk dapat :
1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja dan masyarakatnya.
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya
3) Mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya
4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya

D. Dukungan Sistem
Pelaksanaan layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan sistem yang memfasilitasi program bimbingan konseling. Dukungan sistem dapat terlaksana dengan adanya kerja sama antara konselor sekolah dengan komponen-komponen lain yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru bidang studi, staf tata usaha, orang tua peserta didik, dan pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan program bimbingan konseling. Layanan dukungan sistem merupakan upaya untuk memperkokoh dan meningkatkan mutu program layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Untuk itu, diperlukan suatu upaya yaitu:
1) Pengembangan jejaring
2) Kegiatan Manajemen
a) Pengembangan Profesionalitas
b) Pemberian konsultasi dan kolaborasi
3) Riset dan Pengembangan

E. Rencana Operasional
Rencana kegiatan yang diperlukan untuk menjamin program bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien

D. Implikasi Program Kegiatan Layanan Bimbingan Konseling Di Sekolah

A. Persiapan
Penyusunan Prosata Jenjang (termasuk Program & Alokasi waktu)
Pembuatan Program Satuan Pelajaran (termasuk LKS)
Penyediaan Fasilitas (ruang BK, meja dan kursi, lemari, papan tulis, dsb)

B. Pengumpulan Data
ü  Observasi (individual dan kelompok)
ü  Interview (langsung dan tidak langsung)
ü  Angket (siswa dan orang tua)
ü  Tes Psikologis (kemampuan, bakat, minat, dsj)
ü  Hasil Prestasi Belajar (nilai ulangan, nilai raport)
ü  Daftar kehadiran dan absensi
ü  Laporan kasus (dari Guru, orang tua, teman, dsb)

C.     Layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan
ü  Layanan Orientasi
ü  Layanan Informasi
ü  Layanan Bimbingan Penetapan dan Penyaluran
ü  Layanan Bimbingan Belajar, Karir, Pribadi, Sosial
ü  Layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal
ü  Layanan Konseling Individual
ü  Layanan Konseling Kelompok

D. Konsultasi
ü  Guru-guru (formal atau informal)
ü  Orang tua (panggilan dari sekolah atau kunjungan ke rumah)
ü  Psikolog/Psikiater/Dokter, dsb (sifatnya referal)

E. Pertemuan / Rapat
ü  Rapat rutin Bidang BK
ü  Kegiatan Sanggar
ü  Pertemuan Guru BK antar jenjang

F. Pelatihan / Penataran
Dengan tujuan meningkatkan wawasan pengetahuan dan keterampilan Guru BK.

E. Materi Layanan Bimbingan
Layanan bimbingan hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan sasaran layanan bimbingan serta karakteristik tujuan dan perkembangan siswa dalam aspek pribadi-sosial, pendidikan serta karier. Disamping itu sebaiknya diperhatikan pula kebutuhan siswa dari masing-masing tingkatan kelas. Namun pengelompokan isi layanan menurut tingkatan kelas, jangan digunakan secara kaku, tetapi harus ditetapkan secara fleksibel. Dengan memperhatikan hal itu, isi layanan bimbingan di SLTP untuk setiap kelas adalah sebagai berikut :
Kelas I
  1. Bimbingan Pribadi-sosial :
Memahami ciri-ciri kecakapan diri sendiri (mengenal kekuatan dan kelemahannya).
Mendiskusikan cara-cara mengatur kegiatan sehari-hari.
Membedakan antara hal-hal yang membantu dan berbahaya bagi kesehatan fisik.
Mendiskusikan tanggung jawab siswa di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Menelaah tekanan-tekanan yang dirasakan datang dari kelompok sebaya.
Mengetahui bahwa mendengarkan dan berbicara secara tepat/ sopan membantu memecahkan masalah.
Memberikan contoh bahwa pengalaman di masa lalu berpengaruh pada tindakan saat ini masa yang akan datang.
  1. Bimbingan belajar :
Mengembangkan rencana untuk mengatur waktu belajar.
Mengembangkan motivasi yang mendorong agar mampu belajar sebaik mungkin.
Mempelajari cara-cara belajar yang efektif dan efisien.
Menemukan cara-cara menghadapi ulangan/test.
  1. Bimbingan karier :
Mengetahui dan menelaah pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan diri sendiri.
Memperkirakan adanya perbedaan macam-macam karier masa kini dan masa yang akan datang.
Menjelaskan bahwa pekerjaan dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Menelaah bermacam-macam cara untuk melihat kemajuan diri.





















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan makalah di atas kami dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa penyelenggaraan program BK Di SLTP tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan program di sekolah SD, SLTA, dll. Oleh kerena itu guru pembimbing harus bisa menempatkan diri pada setiap posisi yang disitu memerlukan peran serta guru pembimbing. Guru pembimbing menggunakan pola 17 + dalam pelaksanaan progam layanan bimbingan.

























DAFTAR PUSTAKA

  1. Prayetno, ddk. 2006. pelayanan bimbingan dan konseling. Buku seri ke II.
  2. Tohirin, 2007. Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah Dan Madrasah. Jakarta. PT Grafindo Persada.
  3. Ahmad, sudrajat. 2011. program BK di SLTP dan penerapannya.http.//.www.google.com.//

Rabu, 04 Januari 2012

TEORI CONNECTIONISM



BAB I
PENDAHULUAN
Connectionism adalah gerakan dalam ilmu kognitif yang berharap untuk menjelaskan kemampuan intelektual manusia menggunakan jaringan syaraf tiruan (juga dikenal sebagai “jaringan syaraf” atau “jaring syaraf”). jaringan syaraf disederhanakan model otak terdiri dari sejumlah besar unit (young analog neuron) bersama-sama dengan bobot yang mengukur kekuatan hubungan antara unit. Model ini berat efek dari sinaps yang menghubungkan satu neuron yang lain. Percobaan pada model semacam ini telah menunjukkan kemampuan untuk mempelajari keterampilan seperti pengenalan wajah, membaca, dan deteksi struktur gramatikal sederhana.
Connectionists telah membuat kemajuan yang signifikan dalam menunjukkan kekuatan jaringan saraf untuk menguasai tugas-tugas kognitif. Berikut adalah tiga percobaan terkenal yang telah mendorong connectionists untuk percaya bahwa JST model yang baik dari kecerdasan manusia. Salah satu yang paling menarik dari upaya tersebut adalah kerja 1987 Sejnowski dan Rosenberg di jaring yang dapat membaca teks bahasa Inggris disebut NETtalk. Pelatihan ditetapkan untuk NETtalk adalah basis data yang besar terdiri dari teks bahasa Inggris ditambah dengan output yang sesuai fonetik-nya, yang ditulis dalam kode yang cocok untuk digunakan dengan synthesizer pidato. Tape kinerja NETtalk di berbagai tahap pelatihan mendengarkan sangat menarik. Pada awalnya output random noise. Kemudian, bersih suara seperti itu mengoceh, dan kemudian masih seolah-olah itu adalah berbahasa Inggris double-talk (pidato yang dibentuk dari suara yang menyerupai kata dalam bahasa Inggris). Pada akhir pelatihan, NETtalk melakukan pekerjaan yang cukup baik mengucapkan teks diberikan. Selain itu, kemampuan ini generalizes cukup baik untuk teks yang tidak disajikan pada training set.




BAB II
PEMBAHASAN
TEORI BELAJAR CONNECTIONISM
A.    Teori Belajar Connectionism (Thorndike)
Teori Thorndike di AS tekenal dengan nama teori belajar Connoctionisme karna belajar merupakan proses pembentukan conneksi antara stimulus dan respons. Teori ini disebut Trial and Error dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Penellitianya melihat tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Objek penelitian di hadapkan kepada situasi baru yang belum di kenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pola aktivitas untuk merespon situasui itu. Dalam hal ini objek mencoba berbagai cara reaksi, sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulasinnya. Ciri-ciri belajar dengan Trial and Error adalah ada motif pendorong aktivitas, ada berbagai respons terhadap situasi, ada eliminasi respons yang gagal/salah, dan ada kemajuan reaksi mencapai tujuan.

B.     Hukum-hukum Thorndike
Berdasarkan hasil penelitianya, thorendike menemukan hukum-hukum sebagai berikut.
1.      Law of Readines, jika reaksi terhadap stimulus di dukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi, maka reaksi menjadi memuaskan
2.      Law of Exercise, semakin banyak dipratikkan atau di gunakanya hubungan stimulus-respons, makin kuat hubungan itu. Praktik perlu di sertai dengan rewartd
3.      Law of Effect, apabila terjadi hubungan antara stimulus dan respons dan diikuti dengan State of Affais yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Jika sebaliknya, kekuatan hubungan menjadi berkurang
Menurut hasil penelitian tersebut, proses belajar melalui proses Trial and Error ( mencoba-coba dan mengalami kegagalan), dan Law of Effect; meruakan segala tingkah laku yang berkaitan suatu keadaan yang memuaskan( cocok dengan tuntutan situasi) akan di  ingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
C.    Kelemahan Teori Thorndike
Kelemahan teori ini adalah:
1)      Memandang manusia sebagai mekanistik dan otomatrisme belaka di samakan dengan hewan,tidak selalu tingkah laku manusia  dapat di pengaruhi secara (tingkah laku mutlak)
2)      Memandang belajar hanya merupakan asocial berlaka antara stimulus dan respon, sehingga yang di pentingkan dalam belajar ialah memperkuat asosasi tersebut dengan latihan-latihan atau ulangan  yang terus menerus.
3)      Karna proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka pengertian tidak di pandangya sebagai suatu yang pokok dalam belajar.mereka mengabaikan pengertian sebagai unsure yang pokok dalam belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep behafioristik, dapat di simpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi atau situasi di seitar kita,dalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian,terjadi perubahn prilaku yang sebelmnya tidak mengenal/mengerti menjadi mengerti tehadap suatu hal.
Filsuf telah menjadi tertarik pada Connectionism karena janji untuk memberikan alternatif dari teori klasik dari pikiran: pandangan luas bahwa pikiran adalah sesuatu yang mirip dengan komputer digital memproses sebuah bahasa simbolik. Tepatnya bagaimana dan sejauh mana paradigma koneksionis merupakan tantangan untuk klasisisme telah menjadi bahan perdebatan panas dalam beberapa tahun terakhir.
1.      Sebuah Deskripsi Jaringan Saraf
Sebuah jaringan syaraf terdiri dari sejumlah besar unit bergabung bersama dalam pola koneksi. Unit dalam jaring biasanya dipisahkan menjadi tiga kelas: unit input, yang menerima informasi yang akan diproses unit keluaran, dimana hasil dari proses tersebut ditemukan, dan unit di antara unit tersembunyi yang disebut. Jika jaringan syaraf adalah untuk model sistem saraf seluruh manusia, unit masukan akan analog dengan neuron sensorik, unit output ke motor neuron, dan unit tersembunyi ke semua neuron yang lain.
Pola aktivasi yang didirikan oleh jaring ditentukan oleh berat, atau kekuatan hubungan antar unit. Berat mungkin baik positif atau negatif. Sebuah berat negatif merupakan inhibisi unit penerima oleh aktivitas unit pengiriman. Nilai aktivasi untuk setiap unit penerima dihitung berdasarkan fungsi aktivasi sederhana. fungsi Aktivasi bervariasi dalam detail, tetapi mereka semua sesuai dengan rencana dasar yang sama. Fungsi bersama jumlah kontribusi dari semua unit pengiriman, dimana kontribusi unit didefinisikan sebagai bobot dari koneksi antara pengiriman dan penerimaan unit kali nilai aktivasi unit pengirim. Jumlah ini biasanya diubah lebih lanjut, misalnya, dengan menyesuaikan jumlah aktivasi untuk nilai antara 0 dan 1 dan / atau dengan menetapkan aktivasi ke nol kecuali ambang batas untuk jumlah tersebut tercapai. Connectionists menganggap bahwa fungsi kognitif dapat dijelaskan dengan koleksi unit yang beroperasi dengan cara ini. Karena diasumsikan bahwa semua unit menghitung cukup banyak fungsi aktivasi yang sama sederhana, pencapaian intelektual manusia harus bergantung terutama pada pengaturan bobot antar unit.
Connectionists cenderung menghindari koneksi berulang karena sedikit yang mengerti tentang masalah umum pelatihan jaring berulang. Namun Elman (1991) dan lain-lain telah membuat beberapa kemajuan dengan jaring berulang sederhana, dimana kambuh erat dibatasi.
2.      Jaringan Neural Belajar dan Backpropagation
Menemukan kanan set beban untuk menyelesaikan tugas yang diberikan adalah tujuan utama dalam penelitian koneksionis. Untungnya, belajar algoritma telah dirancang yang dapat menghitung bobot yang tepat untuk melaksanakan banyak tugas. (Lihat Hinton 1992 untuk tinjauan diakses.) Salah satu yang paling banyak digunakan dari metode pelatihan ini disebut Backpropagation. Untuk menggunakan metode ini salah satu kebutuhan pelatihan satu set terdiri dari banyak contoh input dan output yang diinginkan untuk suatu tugas yang diberikan.

Beberapa keterbatasan koneksionis teori belajar akan tetap harus dihadapi. Manusia (dan hewan cerdas banyak kurang) menampilkan kemampuan untuk belajar dari peristiwa tunggal, misalnya binatang yang makan makanan yang kemudian menyebabkan distress lambung tidak akan pernah mencoba makanan itu lagi. teknik pembelajaran koneksionis seperti backpropagation jauh dari menjelaskan jenis pembelajaran “satu kesempatan”.
3.      Sampel dari Apa Jaringan Saraf Dapat Anda Lakukan
Connectionists telah membuat kemajuan yang signifikan dalam menunjukkan kekuatan jaringan saraf untuk menguasai tugas-tugas kognitif. Berikut adalah tiga percobaan terkenal yang telah mendorong Connectionists untuk percaya bahwa JST model yang baik dari kecerdasan manusia. Salah satu yang paling menarik dari upaya tersebut adalah kerja 1987 Sejnowski dan Rosenberg di jaring yang dapat membaca teks bahasa Inggris disebut NETtalk.
Model lain koneksionis berpengaruh awal jaring dilatih oleh Rumelhart dan McClelland (1986) untuk memprediksi bentuk lampau verba bahasa Inggris. Tugas ini menarik karena meskipun sebagian besar verba dalam bahasa Inggris (kata kerja biasa) membentuk bentuk lampau dengan menambahkan akhiran “-ed”, banyak dari kata kerja yang paling sering tidak teratur ('adalah' / 'adalah', 'datang' / 'datang', 'go' / 'pergi'). bersih ini pertama kali dilatih pada himpunan yang berisi sejumlah besar kata kerja tak beraturan, dan kemudian satu set 460 verba yang mengandung kebanyakan reguler.
Sebagai contoh, Pinker & Prince (1988) menunjukkan bahwa model melakukan pekerjaan yang miskin generalisasi untuk beberapa verba teratur novel. Mereka percaya bahwa ini adalah tanda dasar gagal dalam model koneksionis. Nets mungkin baik untuk membuat asosiasi dan pencocokan pola, tetapi mereka memiliki keterbatasan mendasar dalam menguasai aturan-aturan umum seperti pembentukan lampau biasa. Keluhan ini mengangkat isu penting bagi pemodel koneksionis, yaitu apakah jaring dapat generalisasi benar untuk menguasai tugas-tugas kognitif yang melibatkan aturan. Meskipun Pinker dan keberatan Pangeran, connectionists banyak yang percaya bahwa generalisasi yang tepat masih mungkin (Niklasson dan van Gelder 1994).
Perhatian agak berbeda tentang kecukupan pengolahan koneksionis bahasa berfokus pada tugas-tugas yang meniru bayi belajar tata bahasa buatan sederhana. Data waktu reaksi menegaskan bahwa bayi dapat belajar untuk membedakan baik terbentuk dari kalimat buruk terbentuk dalam bahasa novel yang dibuat oleh peneliti. Shultz dan Bale (2001) melaporkan kesuksesan dalam pelatihan jaring syaraf pada tugas yang sama. Vilcu dan Hadley (2005) objek yang bekerja ini gagal untuk menunjukkan perolehan benar tata bahasa, tapi lihat Shultz dan Bale (2006) untuk jawaban rinci.
4.      Kekuatan dan Kelemahan Model Jaringan Syaraf
Filsuf tertarik pada jaringan saraf karena mereka mungkin menyediakan kerangka kerja baru untuk memahami sifat pikiran dan hubungannya dengan otak (Rumelhart dan McClelland 1986, Bab 1). model koneksionis tampak sangat baik cocok dengan apa yang kita tahu tentang neurologi. Otak memang jaringan syaraf, terbentuk dari unit besar-besaran banyak (neuron) dan koneksi mereka (sinapsis). Selain itu, beberapa properti model neural network menunjukkan connectionism yang menawarkan gambaran khususnya yang setia sifat pengolahan kognitif. Jaringan syaraf pameran fleksibilitas kuat dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh dunia nyata. Noisy masukan atau perusakan unit penyebab degradasi fungsi anggun. Tanggapan net masih sesuai, meskipun agak kurang akurat. Sebaliknya, kebisingan dan hilangnya sirkuit dalam komputer klasik biasanya menyebabkan bencana kegagalan. neural network juga sangat baik diadaptasi untuk masalah yang membutuhkan resolusi konflik banyak kendala secara paralel. Ada banyak bukti dari penelitian dalam kecerdasan buatan yang tugas kognitif seperti pengenalan obyek, perencanaan, dan masalah gerak bahkan terkoordinasi kini semacam ini. Meskipun sistem klasik mampu kepuasan beberapa kendala, connectionists berpendapat bahwa model jaringan saraf menyediakan mekanisme yang jauh lebih alami untuk menangani masalah seperti itu.
Selama berabad-abad, para filsuf telah berjuang untuk memahami bagaimana konsep kita didefinisikan. Sekarang luas diakui bahwa mencoba untuk ciri pengertian biasa dengan kondisi perlu dan cukup pasti akan gagal. Pengecualian untuk hampir semua definisi yang diusulkan selalu menunggu di sayap. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengusulkan bahwa harimau adalah kucing hitam dan oranye besar. Tapi bagaimana dengan harimau albino? Filsuf dan psikolog kognitif berpendapat bahwa kategori yang dipisahkan dengan cara yang lebih fleksibel, misalnya melalui gagasan tentang kemiripan atau kesamaan dengan prototipe. model koneksionis tampaknya sangat cocok untuk mengakomodasi gagasan dinilai keanggotaan kategori semacam ini. Nets bisa belajar untuk menghargai pola-pola statistik halus yang akan sangat sulit untuk menyatakan sebagai peraturan keras dan cepat. Connectionism berjanji untuk menjelaskan fleksibilitas dan wawasan yang ditemukan kecerdasan manusia menggunakan metode yang tidak dapat dengan mudah dinyatakan dalam bentuk prinsip pengecualian bebas (Horgan dan Tienson 1989, 1990), sehingga menghindari kegetasan yang timbul dari bentuk-bentuk standar representasi simbolik.
5.      Bentuk dari Kontroversi antara Connectionists dan Classicists
Empat puluh tahun terakhir telah didominasi oleh pandangan klasik yang (setidaknya lebih tinggi) kognisi manusia adalah analog dengan perhitungan simbolik dalam komputer digital. Pada account klasik, informasi diwakili oleh string simbol-simbol, seperti kami mewakili data dalam memori komputer atau pada potongan kertas. Klaim koneksionis, di sisi lain, bahwa informasi yang disimpan non-simbolis di bobot, atau kekuatan koneksi, antara unit jaring saraf. klasik berpendapat bahwa kognisi menyerupai pengolahan digital, di mana string diproduksi secara berurutan sesuai dengan instruksi program (simbolik). koneksionis Pandangan proses mental sebagai evolusi dinamis dan dinilai kegiatan dalam jaring saraf, aktivasi masing-masing unit tergantung pada kekuatan koneksi dan aktivitas negara tetangga, sesuai dengan fungsi aktivasi.
Connectionists banyak yang tidak melihat pekerjaan mereka sebagai tantangan untuk klasisisme dan beberapa terang-terangan mendukung gambar klasik. Connectionists implementational. Mereka berpendapat bahwa bersih otak mengimplementasikan prosesor simbolis. Benar, pikiran adalah suatu jaringan syaraf, tetapi juga merupakan prosesor simbolis pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih abstrak deskripsi. Jadi peran untuk penelitian koneksionis menurut implementationalist ini adalah untuk menemukan bagaimana mesin yang dibutuhkan untuk pemrosesan simbolik dapat ditempa dari bahan jaringan neural, sehingga proses klasik dapat dikurangi ke rekening jaringan syaraf tiruan.
Namun, banyak Connectionists menolak sudut pandang implementational. Connectionists Radikal tersebut menyatakan bahwa proses simbolik adalah menebak buruk tentang cara kerja pikiran. Mereka mengeluh bahwa teori klasik melakukan pekerjaan yang buruk anggun menjelaskan penurunan fungsi, representasi holistik data, generalisasi spontan, apresiasi konteks, dan banyak fitur lainnya dari kecerdasan manusia yang ditangkap dalam model mereka. Kegagalan pemrograman klasik yang sesuai dengan fleksibilitas dan efisiensi kognisi manusia adalah dengan lampu mereka suatu gejala perlunya paradigma baru dalam ilmu kognitif. Jadi Connectionists Radikal akan menghilangkan pengolahan simbolik dari ilmu pengetahuan kognitif selamanya.
6.      Koneksionis Representasi
Model koneksionis menyediakan paradigma baru untuk memahami bagaimana informasi dapat terwakili dalam otak. Sebuah ide menggoda tapi naif adalah bahwa neuron tunggal (atau bundel syaraf kecil) mungkin ditujukan untuk representasi setiap hal otak perlu untuk merekam. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan bahwa ada neuron nenek bahwa kebakaran ketika kita berpikir tentang nenek kami. Namun, perwakilan lokal tersebut tidak mungkin. Ada bukti yang bagus bahwa nenek kita berpikir melibatkan pola kompleks aktivitas itu terdistribusi di seluruh bagian korteks relatif besar.
Representasi dikodekan dalam pola daripada pemecatan unit individu, hubungan antara representasi dikodekan dalam persamaan dan perbedaan antara pola-pola ini. Jadi sifat internal representasi membawa informasi tentang apa itu tentang (Clark 1993, 19). Sebaliknya, perwakilan lokal konvensional. Tidak ada sifat intrinsik dari representasi (menembakkan unit) menentukan hubungan terhadap simbol lainnya. Fitur diri pelaporan representasi didistribusikan janji untuk menyelesaikan teka-teki filosofis tentang makna. Dalam skema representasi simbolis, semua representasi terdiri dari atom simbolik (seperti kata-kata dalam bahasa).
7.      Debat Systematicity
Poin utama dari kontroversi dalam literatur filosofis pada Connectionism harus dilakukan dengan apakah Connectionists memberikan paradigma yang layak dan novel untuk memahami pikiran.
Fodor dan kertas Pylyshyn sering dikutip (1988) meluncurkan debat semacam ini. Mereka mengidentifikasi fitur systematicity kecerdasan manusia yang disebut mana mereka merasa Connectionists tidak bisa menjelaskan. The systematicity bahasa merujuk pada fakta bahwa kemampuan untuk menghasilkan / memahami / berpikir beberapa kalimat secara intrinsik berhubungan dengan kemampuan untuk menghasilkan / memahami / memikirkan orang lain struktur terkait. Pengolahan simbolis akan menjelaskan systematicity penalaran, belajar dan berpikir.

Seperti perdebatan systematicity telah berkembang, perhatian telah difokuskan pada mendefinisikan tolok ukur yang akan menjawab tantangan Fodor dan Pylyshyn's. Hadley (1994a, 1994b) membedakan tiga merek systematicity. Connectionists telah jelas menunjukkan yang paling lemah ini dengan menunjukkan bahwa jaring saraf dapat belajar untuk dengan benar mengenali urutan kata yang tidak dalam pelatihan yang ditetapkan. Hadley dan Hayward (1997) mengatasi systematicity semantical kuat, tetapi dengan pengakuan Hadley sendiri tidak jelas bahwa mereka telah menghindari penggunaan arsitektur klasik. Boden dan Niklasson (2000) mengklaim telah membangun sebuah model yang memenuhi setidaknya semangat systematicity semantical kuat, tapi Hadley (2004) berpendapat bahwa systematicity bahkan kuat belum terbukti ada. Apakah seseorang mengambil pandangan positif atau negatif dari upaya ini, adalah aman untuk mengatakan bahwa tidak ada telah memenuhi tantangan untuk menyediakan jaringan syaraf mampu belajar pengolahan semantical kompleks.
8.      Connectionism dan Kesamaan Semantik
Salah satu atraksi representasi didistribusikan dalam model koneksionis adalah bahwa mereka menyarankan solusi untuk masalah penentuan makna negara otak. Idenya adalah bahwa persamaan dan perbedaan antara pola aktivasi di sepanjang dimensi yang berbeda informasi merekam aktivitas saraf semantical. Dengan cara ini, sifat kesamaan dari aktivasi saraf memberikan sifat intrinsik yang berarti memperbaiki. Namun, Fodor dan Lepore (1992,Ch 6.)

Calvo Garzon (2003) mengeluh bahwa ada alasan untuk berpikir bahwa Connectionists harus gagal. Tanggapan Churchland telah tidak menjawab tantangan informasi jaminan. Masalah tersebut adalah bahwa kesamaan diukur antara pola aktivasi untuk suatu konsep (katakanlah: nenek) di dua otak manusia yang dijamin akan sangat rendah karena dua orang itu (jaminan) informasi tentang nenek mereka (nama, penampilan, umur, karakter) akan sangat berbeda. Jika konsep didefinisikan oleh segala yang kita ketahui, maka langkah-langkah untuk pola aktivasi dari konsep kita pasti akan jauh terpisah. Ini adalah masalah yang benar-benar jauh di dalam setiap teori yang berharap untuk mendefinisikan makna dengan hubungan fungsional antara negara bagian otak. Filsuf banyak garis harus berjuang dengan masalah ini. Mengingat kurangnya teori berhasil bekerja di luar konsep-konsep baik dalam paradigma tradisional atau koneksionis, hanya adil untuk meninggalkan pertanyaan untuk penelitian masa depan.
9.      Connectionism dan Penghapusan Psikologi Rakyat
Aplikasi lain yang penting dari penelitian koneksionis untuk debat filosofis tentang pikiran keprihatinan status psikologi rakyat. psikologi Rakyat adalah struktur konseptual yang kita spontan berlaku untuk memahami dan memprediksi perilaku manusia. Misalnya, mengetahui bahwa John keinginan bir dan bahwa ia percaya bahwa ada satu di dalam lemari es memungkinkan kita untuk menjelaskan mengapa John hanya pergi ke dapur. Pengetahuan semacam itu sangat bergantung pada kemampuan kita untuk memahami orang lain sebagai keinginan memiliki dan tujuan, rencana untuk memuaskan mereka, dan keyakinan untuk memandu rencana tersebut. Gagasan bahwa orang memiliki keyakinan, rencana dan keinginan adalah biasa dari kehidupan biasa, tetapi tidak memberikan penjelasan yang setia tentang apa yang sebenarnya dapat ditemukan di otak?
Kuno astronom menemukan gagasan tentang bola angkasa yang berguna (bahkan penting) untuk melakukan disiplin mereka, tetapi sekarang kita tahu bahwa tidak ada bidang langit. Dari sudut pandang eliminativists, suatu kesetiaan untuk psikologi rakyat, seperti kesetiaan untuk rakyat (Aristoteles) fisika, berdiri di jalan kemajuan ilmiah. Sebuah psikologi layak mungkin memerlukan revolusi sebagai radikal dalam fondasi konseptual sebagaimana ditemukan dalam mekanika kuantum.
Eliminativists tertarik Connectionism karena menjanjikan untuk memberikan landasan konseptual yang mungkin menggantikan psikologi rakyat. Misalnya et al Ramsey. (1991) berpendapat bahwa tertentu umpan-maju jaring menunjukkan bahwa tugas-tugas kognitif yang sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan fitur yang dapat sesuai dengan keyakinan, keinginan dan rencana. Menganggap bahwa jaring tersebut setia kepada bagaimana otak bekerja, konsep psikologi rakyat tarif tidak lebih baik daripada lingkungan angkasa. Apakah model koneksionis melemahkan rakyat psikologi dengan cara ini masih kontroversial. Ada dua jalur utama respon terhadap klaim bahwa model koneksionis mendukung kesimpulan eliminativist. Salah satu keberatan adalah bahwa model yang digunakan oleh Ramsey et al. adalah jala umpan maju, yang terlalu lemah untuk menjelaskan beberapa fitur yang paling dasar kognitif seperti memori jangka pendek. Ramsey et al. belum menunjukkan bahwa keyakinan dan keinginan harus absen dalam kelas jaring yang memadai untuk kognisi manusia. Sebuah baris kedua tantangan sanggahan klaim bahwa fitur sesuai dengan keyakinan dan keinginan yang selalu ada bahkan di umpan ke depan jaring pada masalah (Von Eckardt 2005).
Pertanyaannya adalah rumit lebih lanjut oleh ketidaksepakatan tentang sifat psikologi rakyat. Banyak filsuf memperlakukan keyakinan dan keinginan didalilkan oleh psikologi rakyat sebagai negara otak dengan isi simbolis. Misalnya, keyakinan bahwa ada bir di lemari pendingin itu dianggap keadaan otak yang berisi simbol yang sesuai untuk bir dan kulkas. Dari sudut pandang ini, nasib rakyat psikologi sangat terikat pada hipotesis pemrosesan simbolik. Jadi, jika Connectionists dapat menetapkan bahwa otak pada dasarnya adalah proses non-simbolis, kesimpulan eliminativist akan mengikuti. Di sisi lain, beberapa filsuf tidak berpikir psikologi rakyat pada dasarnya adalah simbolik, dan beberapa bahkan akan menantang gagasan bahwa psikologi rakyat harus diperlakukan sebagai sebuah teori di tempat pertama. Berdasarkan konsepsi ini, jauh lebih sulit untuk menjalin hubungan antara hasil penelitian koneksionis dan penolakan psikologi rakyat.










BAB III
KESIMPULAN
Connectionists telah membuat kemajuan yang signifikan dalam menunjukkan kekuatan jaringan saraf untuk menguasai tugas-tugas kognitif. model koneksionis menyediakan paradigma baru untuk memahami bagaimana informasi dapat terwakili dalam otak. Sebuah ide menggoda tapi naif adalah bahwa neuron tunggal (atau bundel syaraf kecil) mungkin ditujukan untuk representasi setiap hal otak perlu untuk merekam. Sebagai contoh, kita dapat membayangkan bahwa ada neuron nenek bahwa kebakaran ketika kita berpikir tentang nenek kami. Namun, perwakilan lokal tersebut tidak mungkin. Ada bukti yang bagus bahwa nenek kita berpikir melibatkan pola kompleks aktivitas itu terdistribusi di seluruh bagian korteks relatif besar.
Churchland (1998) menunjukkan bahwa yang pertama dari kedua keberatan dapat dipenuhi. Mengutip karya Laakso dan Cottrell (2000) ia menjelaskan bagaimana langkah-langkah kesamaan antara pola aktivasi di jaring dengan struktur yang sangat berbeda dapat didefinisikan. Tidak hanya itu, Laakso dan Cottrell menunjukkan bahwa jaring struktur yang berbeda dilatih pada tugas yang sama mengembangkan pola aktivasi yang sangat mirip sesuai dengan langkah-langkah yang mereka sarankan. Ini menawarkan harapan bahwa langkah-langkah secara empiris didefinisikan dengan baik kesamaan konsep dan pikiran seluruh individu yang berbeda mungkin dipalsukan.








DAFTAR PUSTAKA

·         Djali, (Drs). 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
·         Aizawa, K., 1994, "Representasi tanpa Aturan, Connectionism dan Argumen Syntactic," Synthese, 101: 465-492.
·         Matthews, R., 1997, "Bisakah Connectionists Jelaskan Systematicity?" Pikiran dan Bahasa, 12: 154-177.